PENGANTAR ILMU HADITS
Hadits adalah sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad Saw, baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan, ketetapan, dan sebagainya.
Atsar adalah suatu yang disandarkan kepada para sahabat nabi Muhammad Saw.
Takrir adalah ketetapan berupa keadaan nabi Muhammad Saw. Yang mendiamkan, tidak memberikan sanggahan atau menyetujui apa yang dilakukan atau dikatakan oleh para sahabat di hadapan beliau.
Sahabat dalam konteks hadits adalah orang yang bertemu Rasulullah Saw. Dengan pertemuan yang wajar sewaktu beliau masih hidup, dalam keadaan islam dan beriman serta wafat dalam keadaan islam.
Tabi’in adalah seseorang yang bertemu dengan sahabat, baik pertemuan itu lama atau sebentar, dalam keadaan beriman dan islam, serta wafat dalam keadaan islam.
‘Illah adalah sebab-sebab tersembunyi, yang dapat merusak keshahian hadits, seperti me-muttashil-kan yang muntaqhi’, me-marfu’-kan yang mauquf, memasukkan suatu hadits kedalam hadits yang lain, menempatkan pada sanad pada matan yang tidak semestinya, dan hal-hal yang serupa dengan contoh tersebut. Semua hal ini dapat merusak keshahihan hadits.
Unsur-unsur yang harus ada dalam penerimaan-penyampaian
Hadits
Rawi (perawi) adalah orang yang menyampaikan atau menuliskan hadits dalam satu kitab atas apa yang pernah didengar dan diterimanya dari seseorang atau gurunya. Perbuatannya menyampaikan hadits tersebut dinamakan merawi atau meriwayatkan hadits dan orangnya disebut perawi hadits.
Matan adalah pembicaraan (kalam) atau materi berita yang berakhir pada sanad yang terakhir. Pembicaraan itu berupa Sabda Rasulullah Saw, sahabat maupun tabi’in. pembicaraan itu juga bias tentang perbuatan Nabi, maupun perbuatan sahabat yang tidak disanggah oleh Nabi Muhammad Saw. Dan dengan kata lain Matan adalah isi hadits.
Sanad adalah jalur periwayatan yang dapat menghubungkan matan hadits kepada Nabi Muhammad Saw.
Gambaran Sanad
Untuk memahami pengertian sanad, dapat digambarkan sebagai berikut :
Sabda Rasulullah Saw. Didengar oleh sahabat (seorang atau lebih). Sahabat ini (seorang atau lebih) menyampaikan kepada tabi’in (seorang atau lebih), kemudian tabi’in menyampaikan pula kepada orang-orang di bawa generasi mereka. Demikian seterusnya hingga dicatat oleh imam-imam ahli hadits, seperti Muslim, Al-Bukhari, Abu Daud, dan yang lainnya.
Contoh ; ketika meriwayatkan hadits Nabi Saw, Al-Bukhari berkata; hadits ini diucapkan kepada saya oleh A, dan A berkata diucapkan kepada saya oleh B, dan B berkata diucapkan kepada saya oleh C, dan C berkata diucapkan kepada saya oleh D, dan D berkata diucapkan kepada saya oleh Nabi Muhammad Saw.
Klasifikasi Hadits
Hadits berdasarkan tinjauan penerimaan dan penolakannya.
Shahih adalah hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, kuat hafalannya, sanadnya bersambung, tidak ber-‘Illah, dan tidak terdapat kejanggaln pada matan haditsnya.
Maqbul adalah hadits yang mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima sebagai hujah (dasar hukum). Yang termasuk hadits maqbul adalah hadits Shahih dan Hasan.
Hasan adalah hadits yang di riwayatkan oleh perawi yang adil, tapi tidak begitu kuat hafalannya, bersambung sanadnya, dan tidak terdapat ‘Illah serta kejanggalan pada matannya. Hadits Hasan termasuk hadits yang Maqbul. Biasanya, hadits hasan ini dijadikan hujah untuk hal-hal yang tidak terlalu berat atau terlalu penting.
Dhaif adalah jenis hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits shahih atau hadits hasan. Hadits dhaif banyak ragamnya dan mempunyai perbedaan derajat satu sama lain, disebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits shahih atau hasan yang tidak dipenuhinya.
Lima Syarat Hadits Shahih
- Perawinya Adil.
- Hafalannya Kuat.
- Sanadnya Tidak Terputus.
- Haditsnya Tidak ber’Illah.
- Matan Haditsnya Tidak Janggal.
Empat Syarat Perawinya Adil
- Selalu memelihara ketaatan dan menjahui maksiat.
- Menjahui dosa-dosa kecil yang dapat menodai agama dan sopan santun.
- Tidak melakukan perkara-perkara mubah yang dapat menggugurkan iman kepada qadar dan mengakibatkan penyesalan.
- Tidak mengikuti pendapat salah satu mazhab yang bertentangan dengan syariat.
Klarifikasi Hadits Dhaif Berdasarkan Kecacatan Perawinya
Maudhu’ adalah hadits yang dibuat oleh seorang pendusta, kemudian hadits itu mereka sebut sebagai sabda Nabi SAW, baik hal itu disengaja maupun tidak.
Matruk adalah hadits yang menyendiri dalam periwayatannya, yang diriwayatkan oleh orang yang dituduh dusta dalam periwayatan hadits.
Munkar adalah hadits yang menyendiri dalam periwayatan, yang diriwayatkan oleh orang yang banyak kesalahannya, banyak kelengahannya atau jelas kefasikannya yang bukan karena dusta. Didalam satu tema jika tidak ada hal yang diriwayatkan oleh dua hadits lemah yang berlawanan, misalnya, yang satu lemah sanadnya, sedangkan yang satunya lagi lebih lemah sanadnya, maka yang lemah sanadnya dinamakan ma’ruf dan yang lebih lemah dinamakan hadits munkar.
Mu’allal atau Ma’lul adalah hadits yang tampaknya baik, tetapi setelah diteliti dan diselidiki ternyata ada cacatnya. Hal ini terjadi karena salah sangka dari perawinya dengan menganggap bahwa sanadnya bersambung, padahal tidak. Hal ini bias diketahui oleh para ahli hadits.
Mudhtharib adalah hadits yang menyalahi hadits lain, dan tidak ada cara untuk menyelaraskannya (menggabungkannya).
Mudraj adalah hadits yang disadur dengan sesuatu yang bukan hadits berdasarkan perkiraan bahwa saduran itu termasuk hadits.
Maqlub adalah hadits yang menyalahi hadits lain, disebabkan ada redaksi yang didahulukan atau diakhirkan.
Muharraf adalah hadits yang menyalahi hadits lain disebabkan adanya perubahan harakat kata, meskipun bentuk tulisannya masih tetap.
Mushahhaf adalah hadits yang menyalahi hadits lain karena perubahan titik kata, sedangkan bentuk tulisannya tidak berubah.
Mubham adalah hadits yang didalam matan atau sanadnya terdapat seorang perawi yang tidak dijelaskan apakah ia laki-laki atau perempuan.
Syadz adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang yang dapat dipercaya (tsiqah), tapi menyalahi riwayat yang lebih kuat (rajih) karena mempunyai kelebihan pada banyaknya sanad atau aspek lainnya, dari segi diterimanya hadits (tarjih).
Mukhtalith adalah hadits yang perawinya buruk hafalannya karena sudah lanjut usia, tertimpa bahaya, terbakar atau hilang kitab-kitabnya.
Klasifikasi Hadits Dhaif Berdasarkan Gugurnya Perawi
Mu’allaq adalah hadits yang gugur (inqitha’) perawinya, seorang atau lebih pada awal sanad.
Mursal adalah hadits yang gugur pada akhir sanadnya seroang setelah tabi’in.
Mudallas adalah hadits yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan, bahwa hadits itu tidak memilik cacat. Perawi yang berbuat demikian disebut mudallis.
Munqathi’ adalah hadits yang gugur perawinya sebelum sahabat pada satu tempat, atau gugur dua orang pada dua tempat dalam keadaan tidak berturut-turut.
Mu’dhal adalah hadits yang gugur perawi-perawinya, dua orang atau lebih berturut-turut, baik sahabat bersama tabi’in, tabi’in bersama tabi’ut tabi’in, maupun dua orang sebelum sahabat dan tabi’in.
Klasifikasi Hadits Dhaif Berdasarkan Matannya
Mauquf adalah hadits yang hanya disandarkan kepada sahabat, baik yang disandarkan itu perkataan ataupun perbuatan, baik sanadnya bersambung atau terputus.
Maqthu’ adalah perkataan atau perbuatan yang berasal dari seorang tabi’in serta di-mauquf-kan (berhenti sanadnya) kepadanya, baik sanadnya bersambung atau tidak.
Klasifikasi Hadits Dari Segi Sedikit Atau Banyaknya Perawi
Mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh banyak perawi menurut adat kebiasaan, mustahil mereka berkumpul dan bersepakat untuk berdusta.
Syarat-Syarat Hadits Mutawatir :
- Penyampaian hadits yang disampaikan oleh para perawi tersebut harus berdasarkan tanggapan pancaindra, yakni berita yang mereka sampaikan itu harus benar-benar hasil pendengaran atau penglihatan mereka sendiri.
- Jumlah perawinya harus mencapai satu ketentuan yang tidak memungkinkan mereka bersepakat untuk bohong/dusta.
- Adanya keseimbangan jumlah antara perawi dalam lapisan pertama dengan jumlah perawi pada lapisan berikutnya. Kalau suatu hadits diriwayatkan oleh lima orang sahabat, harus pula diriwayatkan oleh lima orang tabi’in. Demikian seterusnya. Apabila tidak seperti itu, tidak bias dinamakan hadits mutawatir.
Ahad adalah hadits yang idak memenuhi syarat hadits mutawatir.
Hadits Ahad ada beberapa macam, yaitu :
- Masyhur adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang perawi atau lebih, tetapi belum mencapai derajat mutawatir.
- ‘Aziz adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua orang perawi, walaupun dua orang perawi tersebut pada satu thabaqah (lapisan) saja, kemudian setelah itu orang-orang meriwayatkannya.
- Gharib adalah hadits yang dalam sanadnya terdapat orang yang menyendiri dalam meriwayatkannya.
Bolehkah Berhujah Dengan Hadits Dhaif
Para ulama sepakat melarang meriwayatkan hadits Dhaif yang maudhu’ tampa menyebutkan ke-maudhu’-annya. Adapun kalau hadits Dhaif itu bukan hadits maudhu’, dipersilahkan tentang boleh atau tidaknya menjadikannya sebagai Hujah (dasar hukum).
Pendapat pertama melarang secara mutlak meriwayatkan segala macam hadits dhaif, baik untuk menetapkan hokum maupun untuk memberi sugesti amalan utama. Pendapat ini dikuatkan oleh Abu Bakar ibn Al-‘Arabi.
Pendapat kedua membolehkan meskipun dengan melepas sanadnya dan tanpa menerangkan sebab-sebab kelemahannya, apabila hadits itu dimaksudkan untuk memberi sugesti dan menerangkan keutamaan amal (cerita-cerita, bukan untuk menetapkan hukum-hukum syariat, seperti halal dan haram, dan bukan untuk menetapkan aqidah).
Para iman seperti Ahmad ibn Hanbal dan Abdullah ibn Al-Mubarak berkata “Apakah kami meriwayatkan hadits tentang halal, haram, dan hukum-hukum, kami perkeras sanadnya dan kami keritik ke perawi-perawinya. Tetapi jika kami meriwayatkan tentang keutamaan amal, pahala, dan siksa, kami permudah dan perlunak perawi-perawinya”.
Oleh karena itu, Ibn Hajar Al-Asqalani termasuk ulama hadits yang membolehkan berhujah dengan hadits dhaif untuk keutamaan amal. Ibn Hajar memberikan 3 syarat dalam hal meriwayatkan hadits dhaif, yaitu :
- Hadits dhaif itu tidak keterlaluan. Oleh karena itu, untuk hadits-hadits dhaif yang disebabkan perawinya pendusta, tertuduh dusta, dan banyak salah, tidak dapat dijadikan hujah meskipun untuk keutamaan amal.
- Dasar amal yang ditunjuk oleh hadits dhaif tersebut masih berada dibawa satu dasar yang dibenarkan oleh hadits yang dapat diamalkan (shahih dan hasan).
- Dalam mengamalkannya tidak mengiktikadkan atau menekankan bahwa hadits tersebut benar-benar bersumber dari Nabi Saw, tetapi tujuannya mengamalkannya hanya semata-mata untuk kehati-hatian belaka.
Istilah-Istilah Lain
Muttafaq ‘alaihi adalah hadits yang diriwayatkan dan disepakati keshahihannya oleh Bukhari dan Muslim.
Imam yang tujuh adalah Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Daud, Al-Nasa’I, Al-Tirmidzi, dan Ibn Majah.
Imam yang enam adalah Al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, Al-Nasa’I, Al-Tirmidzi, dan Ibn Majah.
Imam yang lima adalah Ahmad, Abu Daud, Al-Nasa’i, Al-Tirmidzi, dan Ibn Majah.
Imam yang empat adalah Abu Daud, Al-Nasa’i, Al-Tirmidzi, dan Ibn Majah.
Imam yang tiga adalah Abu Daud, Al-Nasa’i, dan Al-Tirmidzi.
0
komentar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)